Wednesday 12 August 2015

Ruangan Duduk utk Ibu

Ruangan Duduk utk Ibu

Sudah seperempat jam perjalanan, namun ibu belum serta mendapat tempat duduk. Sejak ibu naik Commuterline dari Stasiun Bekasi.

Mengapa tak ada satupun penumpang yang terketuk hatinya. Ibu memang lah lah belum terlihat seperti nenek-nenek renta. Kemungkinan itu dikarenakan belum ada penumpang yang mau memberinya area duduk. Tapi tidak adakah satupun penumpang yang merasa iba melihat seseorang ibu harus berdiri lama di atas kereta?

Jikalau saja aku menemaninya, pasti ibu sudah duduk manis. Tetapi aku tak mampu berbuat banyak. Langkah kakiku cream rochelle sudah mendekati Stasiun Depok Baru saat pesan dari ibu menyapa telephone genggamku.
cream rochelle


 "Pagi ini ibu mau ke Depok. Ibu kangen sama Panji. Kala Ini ibu sudah naik angkot, sebentar lagi sampai di stasiun Bekasi."

 Begitulah ibu, bila sudah kangen cucunya, ia tak bakal menunggu. Jika saja ibu mau menunda ide hingga Sabtu atau Minggu nanti, agar aku akan menjemputnya atau ayah punyai saat menemaninya. Pasti ayah sudah berupaya mencegah, lantaran ia tak akan meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

 "Ibu hati-hati ya. Jangan Sampai Hingga lupa nanti turun di Manggarai konsisten naik KRL jurusan Bogor/Depok di jalur enam. Oh iya, hape Ibu jangan dimatikan ya."

 Kereta Commuterline yang membawa ibu sudah sampai di stasiun Jatinegara. Tetapi nasib baik belum menghampirinya. Belum satupun penumpang yang bermurah hati memberinya ruang duduk. Apakah kepedulian sudah menjadi barang langka di belantara ibukota?

 Menjelang stasiun Pasar Minggu, KRL Commuterline yang kunaiki melambatkan lajunya. Kala hendak menengok keluar, mataku beradu pandang dengan satu orang penumpang. Sesosok perempuan seumuran dengan ibu tersenyum kepadaku. Entah sudah berapa lama ibu ini berdiri di depanku.

 Di kala aku mengharapkan ada penumpang peduli pada ibu, ternyata aku juga mengabaikan satu orang ibu. Seketika kulepas earphone yang menyumpal telingaku. Aku segera berdiri dan memberikan tempat dudukku padanya.

 "Terima kasih, Nak. Semoga Allah membalas kebaikanmu."

Ketika aku menganggukkan kepala, telepon genggamku bergetar. Suara ibu terdengar di sela-sela derak kereta.

 "Sekarang ibu sudah naik KRL tujuan Bogor. Alhamdulillah, ada yang memberi ibu ruangan duduk, satu orang lelaki seumuran kamu."

 Ibu yang duduk di hadapanku kembali tersenyum. Entah mengapa tiba-tiba mataku terasa basah.

Ruang Duduk utk Ibu

Sudah seperempat jam perjalanan, tetapi ibu belum serta mendapat lokasi duduk. Sejak ibu naik Commuterline dari Stasiun Bekasi.

Mengapa tak ada satupun penumpang yang terketuk hatinya. Ibu memang lah lah belum tampak seperti nenek-nenek renta. bisa saja itu lantaran belum ada penumpang yang mau memberinya area duduk. Tapi tidak adakah satupun penumpang yang merasa iba menyaksikan seorang ibu harus berdiri lama di atas kereta?

Bila saja aku menemaninya, pasti ibu sudah duduk manis. Tetapi aku tak bisa berbuat banyak. Langkah kakiku sudah mendekati Stasiun Depok Baru kala pesan dari ibu menyapa telephone genggamku.

 "Pagi ini ibu mau ke Depok. Ibu kangen sama Panji. Saat Ini Ini ibu sudah naik angkot, sebentar lagi sampai di stasiun Bekasi."

 Begitulah ibu, jikalau sudah kangen cucunya, dirinya tak mau menunggu. Kalau saja ibu mau menunda gagasan hingga Sabtu atau Minggu nanti, agar aku bakal menjemputnya atau ayah punya kala menemaninya. Pasti ayah sudah berupaya mencegah, sebab beliau tak bakal meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

 "Ibu hati-hati ya. Jangan Sampai lupa nanti turun di Manggarai masihlah naik KRL jurusan Bogor/Depok di jalur enam. Oh iya, hape Ibu jangan sampai hingga dimatikan ya."

 Kereta Commuterline yang membawa ibu sudah sampai di stasiun Jatinegara. Tapi nasib baik belum menghampirinya. Belum satupun penumpang yang bermurah hati memberinya ruangan duduk. Apakah kepedulian sudah menjadi barang langka di belantara ibukota?

 Menjelang stasiun Pasar Minggu, KRL Commuterline yang kunaiki melambatkan lajunya. Waktu hendak menengok ke luar, mataku berkompetisi pandang dgn satu orang penumpang. Sesosok perempuan seumuran dgn ibu tersenyum kepadaku. Entah sudah berapa lama ibu ini berdiri di depanku.

 Di dikala aku berharap ada penumpang peduli terhadap ibu, ternyata aku juga mengabaikan seorang ibu. Seketika kulepas earphone yang menyumpal telingaku. Aku langsung berdiri dan memberikan lokasi dudukku padanya.

 "Terima kasih, Nak. Semoga Allah membalas kebaikanmu."

Dikala aku menganggukkan kepala, telpon genggamku bergetar. Suara ibu terdengar di sela-sela derak kereta.

 "Sekarang ibu sudah naik KRL tujuan Bogor. Alhamdulillah, ada yang memberi ibu ruangan duduk, seorang lelaki seumuran kamu."

 Ibu yang duduk di hadapanku kembali tersenyum. Entah mengapa tiba-tiba mataku terasa basah.

Ruangan Duduk buat Ibu

Sudah seperempat jam perjalanan, namun ibu belum serta mendapat area duduk. Sejak ibu naik Commuterline dari Stasiun Bekasi.

Mengapa tak ada satupun penumpang yang terketuk hatinya. Ibu benar-benar lah belum nampak seperti nenek-nenek renta. barangkali itu dikarenakan belum ada penumpang yang mau memberinya ruang duduk. Tetapi tidak adakah satupun penumpang yang merasa iba melihat satu orang ibu harus berdiri lama di atas kereta?

Kalau saja aku menemaninya, pasti ibu sudah duduk manis. Tapi aku tak sanggup berbuat tak sedikit. Langkah kakiku sudah mendekati Stasiun Depok Baru diwaktu pesan dari ibu menyapa telephone genggamku.

 "Pagi ini ibu mau ke Depok. Ibu kangen sama Panji. Saat Ini ibu sudah naik angkot, sebentar lagi sampai di stasiun Bekasi."

 Begitulah ibu, kalau sudah kangen cucunya, ia tidak mau menunggu. Seandainya saja ibu mau menunda rencana hingga Sabtu atau Minggu nanti, biar aku bisa menjemputnya atau ayah miliki disaat menemaninya. Pasti ayah sudah berupaya mencegah, lantaran beliau tak mampu meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

 "Ibu hati-hati ya. Jangan Sampai Hingga lupa nanti turun di Manggarai konsisten naik KRL jurusan Bogor/Depok di jalur enam. Oh iya, hape Ibu jangan dimatikan ya."

 Kereta Commuterline yang membawa ibu sudah sampai di stasiun Jatinegara. Namun nasib baik belum menghampirinya. Belum satupun penumpang yang bermurah hati memberinya ruangan duduk. Apakah kepedulian sudah menjadi barang langka di belantara ibukota?

 Menjelang stasiun Pasar Minggu, KRL Commuterline yang kunaiki melambatkan lajunya. Ketika hendak menengok ke luar, mataku berkompetisi pandang dgn satu orang penumpang. Sesosok perempuan seumuran dengan ibu tersenyum kepadaku. Entah sudah berapa lama ibu ini berdiri di depanku.

 Di kala aku menginginkan ada penumpang peduli pada ibu, nyatanya aku juga mengabaikan satu orang ibu. Seketika kulepas earphone yang menyumpal telingaku. Aku serta-merta berdiri dan memberikan ruangan dudukku padanya.

cream rochelle
 "Terima kasih, Nak. Semoga Allah membalas kebaikanmu."

Ketika aku menganggukkan kepala, telephone genggamku bergetar. Suara ibu terdengar di sela-sela derak kereta.

 "Sekarang ibu sudah naik KRL tujuan Bogor. Alhamdulillah, ada yang memberi ibu lokasi duduk, seorang lelaki seumuran kamu."

 Ibu yang duduk di hadapanku kembali tersenyum. Entah mengapa tiba-tiba mataku terasa basah.

No comments:

Post a Comment

Blog Archive